Jogja
berbintang malam ini. Namun masih saja sepi disini, apalagi semenjak bapak
pergi entah kemana. Tinggal ibu dan ketiga mbakku yang juga tidak begitu peduli
denganku. Seperti biasa sunyi malam ini. Aku cuma bisa memandangi sebuah jembatan
di depan rumah yang jarang dilewati orang. Jembatan tua yang sudah hampir roboh
dan banyak orang bilang angker karena sudah banyak orang yang nekat bunuh diri
disitu. Tempat yang strategis untuk mati. Cuma sungai kecil yang mengalir
dibawahnya masih merdu terdengar suara gemericik airnya.
Itu ada
seorang pria lewat sendirian. Mau kemana sendirian jalan kaki malam-malam begini.
Dari wajahnya kelihatan masih muda, mungkin usianya sekitar dua puluhan tahun.
Raut wajahnya keras, sepertinya dia bukan orang sini. Dari tadi pria itu cuma
mondar-mandir aja di tengah jembatan, apa dia mau bunuh diri juga. Sepertinya
iya.
Dia berdiri
di satu sisi jembatan, kepalanya sering melihat ke bawah, matanya dipejamkan,
eh melek lagi. Melihat ke kanan ke kiri. Mundur beberapa langkah. Maju lagi. Kelihatannya
masih bingung. Payah laki-laki kok nggak tetap pendiriannya. Tak samperin ah.
“Mau
bunuh diri, Mas ?” sapaku.
Dia
terkejut dan bisa melihatku, lalu mundur beberapa langkah.