Beep ... beep ... beep .....
“Halo
…”
“Halo
… Mbak !”
“Sudah
kubilang jangan telepon aku lagi, aku gak mau menjenguk Bapak.”
Aku nggak mau melihat bapak meskipun dia
kini sedang terbaring di rumah sakit. Aku benci sama bapak. Sejak dia
memutuskan untuk berpoligami, bapak sudah menghancurkan hati ibuku dan juga
hatiku. Apa kurangnya ibu. Ibu yang begitu setia sama bapak. Ibu yang begitu
tulus dan jujur. Ibu yang penuh ikhlas menyayangi. Ibu yang sangat baik
meskipun dia merelakan pasangan hidupnya harus dimiliki juga oleh orang lain.
Aku tahu hatinya hancur tapi dia tidak pernah memperlihatkannya. Mengapa bapak
begitu tega. Padahal dulu aku begitu membanggakan bapak.
Bapak menikah lagi ketika aku berusia
tujuh tahun. Aku belum mengerti poligami saat itu. Yang aku tahu cuma bapak
sudah jarang tidur bersama kami lagi dalam satu rumah. Jika aku bertanya, ibu
selalu bilang bahwa bapak sedang tugas keluar kota. Sebagai anak tunggal aku
masih butuh bapak, bukan cuma materi tapi juga kasih sayangnya. Ibu baru memberi
tahu soal itu ketika aku sudah duduk dibangku SMP. Sebagai wanita aku bisa
merasakan pedihnya hati ibu kala itu.
“Tapi
Mbak ini sangat penting, ada yang mau saya sampaikan kepada Mbak.”
“Sudah,
sudah aku tidak mau mendengar lagi, kamu urus saja Bapak. Kamu kan anak
kesayangannya, anak laki-laki yang diharapkannya.”
Setelah bapak menikah lagi dengan wanita
penggoda itu, ia dikarunia seorang anak lagi, laki-laki. Yang harus kusebut
sebagai adik tiriku. Dia pasti dimanja sama bapak. Anak kesayangan bapak. Apa
yang dimintanya selalu dituruti bapak. Kini usianya sudah menginjak 18 tahun.
Baru masuk kuliah. Aku cemburu padanya.
Hubungan kami tidak begitu harmonis.
Lebih tepatnya aku yang tidak mau menjadikannya harmonis. Rio, adik tiriku itu
sebenarnya selalu berusaha untuk dekat denganku. Ingin mengenal lebih jauh
diriku yang dianggap sebagai kakaknya sendiri. Entah mengapa perasaan tidak
suka itu selalu muncul bila melihatnya apalagi jika harus bertemu dengan
maminya yang menjadi istri kedua bapak. Mengapa harus ada mereka ?
“Tidak
bisakah Mbak sedikit saja memberi perhatian kepada Bapak. Tidak bisakah Mbak
munculkan lagi rasa sayang yang dulu pernah ada. Bapak sangat menyayangi Mbak
…”
“Bohong
! Bapak lebih sayang sama kalian.”
“Mbak
yang selalu berusaha menjauh dari kami.”
Aku memang harus menjauh dari kalian.
Kalian yang telah merusak keluarga bahagia kami. Kalian tidak pernah tahu
betapa sakitnya hati ibuku. Hingga akhirnya ibuku meninggal dua tahun yang lalu
karena sakit yang sudah lama ia derita. Ibu tetap tersenyum. Ibu tetap rela dan
ikhlas melihat bapak menikah lagi. Kalian tidak pernah mengerti itu.
Aku tidak mau uang bapak lagi. Aku sudah
bekerja sekarang dan mampu menghidupi diriku sendiri. Aku tidak butuh kalian.
Jangan paksa aku untuk menyayangi kalian. Aku tidak bisa.
“Dengar
Mbak, saya cuma mau menyampaikan pesan dari Bapak, Bapak sedang sakit keras
Mbak, dia butuh Mbak Sekar !”
“Bukannya
sudah ada kalian yang selalu berada disampingnya. Jangan hanya ketika masa
senang kalian mau bersamanya.”
“Kenapa
Mbak selalu berpikiran negatif terhadap kami, kami tidak seburuk yang Mbak
sangka. Kami semua sangat menyayangi Mbak.”
Ucapan itu sudah berulang kali aku
dengar. Seharusnya aku bertanya pada mami mu itu, mengapa dia mau menikah
dengan suami orang, menjadi istri kedua. Berbagi cinta. Mungkin karena harta
atau mami mu sudah dibutakan oleh cinta, sehingga dia tidak bisa melihat lagi
pria-pria lain yang masih lajang.
“Mbak,
lihatlah Bapak sekali saja, dia selalu menanyakan Mbak. Bapak ingin kita
berkumpul dalam satu rumah menjadi sebuah keluarga yang utuh.”
“Keluarga
yang utuh ? Bapak seharusnya menjadi milik kami seutuhnya bukan berbagi dengan
kalian. Bapak milikku bukan milik kalian. Kalian yang sudah membuat bapak jatuh
sakit. Sudah puas kan kalian, merampas semua kebahagian kami.”
“Aku
juga anaknya Bapak. Anak kandungnya. Aku juga berhak memilikinya dan aku tidak
pernah meninggalkannya. Aku selalu berada disampingnya. Mami juga. Mbak jangan
terlalu membenci Mami, dia sayang sama Mbak. Mami tidak pernah menyinggung soal
harta Bapak, malah Mami sering mengingatkan Bapak untuk selalu memberi uang
bulanan kepada Mbak jika Bapak lupa. Kenapa Mbak tidak bisa menerima kami.
Jangan salahkan Mami jika dia bersedia menerima cinta Bapak. Mereka menikah
atas persetujuan dan restu Ibu Mbak.”
Hatiku belum sanggup menerimanya.
“Bapak
pernah cerita, bahwa Bapak menikah lagi juga atas usulan Ibu Mbak. Sebenarnya,
Ibu Mbak didiagnosa oleh dokter bakal tidak bisa memiliki anak karena ada suatu
penyakit yang menyebabkan kelainan pada rahimnya dan ini diketahui setelah
mereka menikah beberapa tahun kemudian. Bapak tidak pernah mempermasalahkan
itu, mereka bisa mengangkat anak. Maaf Mbak, akhirnya mereka mengadopsi Mbak
dari sebuah panti asuhan. Namun beberapa tahun kemudian Ibu Mbak selalu
mendesak agar Bapak mau menikah lagi supaya bisa memiliki anak kandung
sendiri.”
Aku belum pernah mengetahui cerita ini,
mengapa ibu tidak pernah mengatakannya. Mungkin ibu terlalu sayang padaku, aku
dianggap sebagai anaknya sendiri hingga akhir hayatnya.
“Mbak
…”
“ ..... “
“Jenguklah
Bapak meski sebentar, Bapak ingin sekali bertemu dengan Mbak. Bapak ingin
bercerita banyak sama Mbak Sekar tapi Mbak tidak pernah memberinya waktu.
Sekali ini saja, mumpung Mbak masih punya kesempatan untuk melihat Bapak.”
“ .....
“
“Mbak
… Mbak … halo … halo … “
“.....”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar