Aku
selalu merasa senang berada di tempat-tempat seperti terminal, stasiun,
pelabuhan dan bandara. Tempat mangkalnya alat-alat transportasi yang akan
mengantarkan para penumpang pergi ke tempat tujuan. Ada yang berangkat ada yang
pulang. Ada yang mengantar ada yang menjemput. Riuh ramai tapi menyenangkan
melihat suasana seperti
ini. Mereka saling mengungkapkan rasa dengan saling berpelukan, bersalaman,
bertatapan dan senyuman. Bahkan kita bisa melihat banyak cinta disini.
Seperti
aku sekarang disini, di sebuah stasiun kereta, sendiri. Aku akan pergi dari
kota ini, menjauh darimu untuk entah berapa lama. Ya aku mengaku kalah karena
pergi darimu. Aku tidak mau merusak hubungan cintamu dengan dia. Meski aku
harus memendam rasa ini. Meski aku bisa mati bila tanpamu.
Dulu
waktu kita pertama kali bertemu juga di kereta api dalam sebuah perjalanan. Aku
sendiri kamu juga sendiri. Tujuanku pergi ke kota lain untuk suatu urusan dan
kamu pulang ke kampung halaman tempat kedua orang tuamu dalam rangka liburan.
Mungkin kita sudah ditakdirkan untuk duduk di nomor kursi yang bersebelahan.
Kamu memohon duduk di kursi yang dekat dengan jendela meski nomor kursi itu
adalah tempat dudukku. Itu awal percakapan kita. Mungkin aku merasa ini jatuh
cinta pada pandangan pertama.
Komunikasi
kita mulai berjalan lewat telepon, saling bercerita dan kadang kita juga pergi
keluar berdua. Kamu bilang senang berteman denganku tapi aku rasanya sudah
jatuh cinta padamu meski masih juga menyimpannya dalam hati. Aku belum berani
mengatakannya dan inilah awal kesalahanku. Kamu tak kan pernah tahu rasa ini.
Seiring
berjalannya waktu, akupun tahu ternyata kamu sudah mempunyai kekasih hati yang
kini sedang bertugas di pulau seberang. Katamu setelah tugasnya selesai dia
akan pulang untuk menyuntingmu. Tiba-tiba aku beku terpaku tapi kamu tidak tahu
itu. Bagaimana bisa aku memadamkan rasa ini, rasa yang begitu indah bila berada
disampingmu.
Aku
masih disini, sedang menunggu di stasiun kereta. Mungkin kita seperti rel
kereta itu, selalu beriringan namun tidak pernah bisa menyatu. Masih juga
kulihat beberapa orang yang sedang lalu lalang, bercengkerama, duduk, makan,
menelepon diantara pilar-pilar stasiun ini. Masih ada banyak cinta disini meski
ada yang terdiam dalam rasa.
“Arjun
!”
Ada
yang memanggil namaku.
“Gila
ya, kenapa nggak bilang kalau mau pergi, HPnya
dimatiin, aku juga tahu dari Ibu kostmu,
katanya kamu pamit mau pergi karena ada urusan yang mendadak”.
Kamu
datang menemuiku.
“Maaf
Ta, aku tidak memberitahu, aku memang harus pergi” jawabku sekenanya.
“Tapi
kamu pasti datang kan ke pernikahanku minggu depan” tanyanya.
“Iya
…” jawab bibirku tapi tidak hatiku.
Aku
menatapmu dalam. Ada jeda sejenak. Diam. Matamu bicara. Tiba-tiba kamu genggam
tanganku. Ada getaran disana. Aku lalu memelukmu lembut. Ini saja sudah cukup
buatku, untuk saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar