Halaman

Jumat, 07 Juni 2013

Masih Ada Kereta Api ke Medan



Baru saja aku meletakkan tas ransel di rak barang atas dan hendak duduk, ketika seorang gadis menegurku dengan suara tegas. “Kursi ini masih kosong  Bang?” tanyanya. Aku mengangguk pelan tanda mengiyakan.
“Boleh aku yang duduk disebelah jendela, Bang?” sapanya kemudian.
“Silahkan,” dengan ragu ku jawab sambil tersenyum kecil. Sebenarnya aku tidak rela memberikan kursi di dekat jendela itu kepadanya karena aku selalu senang duduk di posisi itu kalau sedang naik kereta api. Sebagai seorang pria sudah seharusnya aku mengalah, mungkin dia yang lebih membutuhkan kenyamanan berada di posisi tempat duduk itu.
Para penumpang yang lain masih berlalu-lalang memilih tempat duduk karena di kereta api Sribilah Utama kelas ekonomi ini, pada tiketnya tidak tertera nomor kursi yang seharusnya kita duduki tetapi para penumpang dibebaskan memilih sendiri kursi yang hendak mereka tempati. Cara yang tidak efektif, semrawut dan membuat para penumpang berjubel saling merebut kursi.
Pukul 08.40 WIB peluit tanda keberangkatan dibunyikan dan tidak lama kemudian kereta api pun melaju perlahan menuju Medan dari stasiun kecil ini di Rantau Prapat. Membawaku pulang ke rumah. Tempat yang sudah kudiami sejak aku lahir dua puluh tahun yang lalu. Benarkah disana tempat aku pulang? Ataukah ada tempat lain yang sesungguhnya untuk aku pulang? Saat ini aku belum bisa menjawabnya.