Halaman

Senin, 30 April 2012

Berbagi Bapak


Beep ... beep ... beep .....

“Halo …”
“Halo … Mbak !”
“Sudah kubilang jangan telepon aku lagi, aku gak mau menjenguk Bapak.”

Aku nggak mau melihat bapak meskipun dia kini sedang terbaring di rumah sakit. Aku benci sama bapak. Sejak dia memutuskan untuk berpoligami, bapak sudah menghancurkan hati ibuku dan juga hatiku. Apa kurangnya ibu. Ibu yang begitu setia sama bapak. Ibu yang begitu tulus dan jujur. Ibu yang penuh ikhlas menyayangi. Ibu yang sangat baik meskipun dia merelakan pasangan hidupnya harus dimiliki juga oleh orang lain. Aku tahu hatinya hancur tapi dia tidak pernah memperlihatkannya. Mengapa bapak begitu tega. Padahal dulu aku begitu membanggakan bapak.

Bapak menikah lagi ketika aku berusia tujuh tahun. Aku belum mengerti poligami saat itu. Yang aku tahu cuma bapak sudah jarang tidur bersama kami lagi dalam satu rumah. Jika aku bertanya, ibu selalu bilang bahwa bapak sedang tugas keluar kota. Sebagai anak tunggal aku masih butuh bapak, bukan cuma materi tapi juga kasih sayangnya. Ibu baru memberi tahu soal itu ketika aku sudah duduk dibangku SMP. Sebagai wanita aku bisa merasakan pedihnya hati ibu kala itu.

“Tapi Mbak ini sangat penting, ada yang mau saya sampaikan kepada Mbak.”
“Sudah, sudah aku tidak mau mendengar lagi, kamu urus saja Bapak. Kamu kan anak kesayangannya, anak laki-laki yang diharapkannya.”

Setelah bapak menikah lagi dengan wanita penggoda itu, ia dikarunia seorang anak lagi, laki-laki. Yang harus kusebut sebagai adik tiriku. Dia pasti dimanja sama bapak. Anak kesayangan bapak. Apa yang dimintanya selalu dituruti bapak. Kini usianya sudah menginjak 18 tahun. Baru masuk kuliah. Aku cemburu padanya.

Hubungan kami tidak begitu harmonis. Lebih tepatnya aku yang tidak mau menjadikannya harmonis. Rio, adik tiriku itu sebenarnya selalu berusaha untuk dekat denganku. Ingin mengenal lebih jauh diriku yang dianggap sebagai kakaknya sendiri. Entah mengapa perasaan tidak suka itu selalu muncul bila melihatnya apalagi jika harus bertemu dengan maminya yang menjadi istri kedua bapak. Mengapa harus ada mereka ?

“Tidak bisakah Mbak sedikit saja memberi perhatian kepada Bapak. Tidak bisakah Mbak munculkan lagi rasa sayang yang dulu pernah ada. Bapak sangat menyayangi Mbak …”
“Bohong ! Bapak lebih sayang sama kalian.”
“Mbak yang selalu berusaha menjauh dari kami.”

Aku memang harus menjauh dari kalian. Kalian yang telah merusak keluarga bahagia kami. Kalian tidak pernah tahu betapa sakitnya hati ibuku. Hingga akhirnya ibuku meninggal dua tahun yang lalu karena sakit yang sudah lama ia derita. Ibu tetap tersenyum. Ibu tetap rela dan ikhlas melihat bapak menikah lagi. Kalian tidak pernah mengerti itu.

Aku tidak mau uang bapak lagi. Aku sudah bekerja sekarang dan mampu menghidupi diriku sendiri. Aku tidak butuh kalian. Jangan paksa aku untuk menyayangi kalian. Aku tidak bisa.

“Dengar Mbak, saya cuma mau menyampaikan pesan dari Bapak, Bapak sedang sakit keras Mbak, dia butuh Mbak Sekar !”
“Bukannya sudah ada kalian yang selalu berada disampingnya. Jangan hanya ketika masa senang kalian mau bersamanya.”
“Kenapa Mbak selalu berpikiran negatif terhadap kami, kami tidak seburuk yang Mbak sangka. Kami semua sangat menyayangi Mbak.”

Ucapan itu sudah berulang kali aku dengar. Seharusnya aku bertanya pada mami mu itu, mengapa dia mau menikah dengan suami orang, menjadi istri kedua. Berbagi cinta. Mungkin karena harta atau mami mu sudah dibutakan oleh cinta, sehingga dia tidak bisa melihat lagi pria-pria lain yang masih lajang.

“Mbak, lihatlah Bapak sekali saja, dia selalu menanyakan Mbak. Bapak ingin kita berkumpul dalam satu rumah menjadi sebuah keluarga yang utuh.”
“Keluarga yang utuh ? Bapak seharusnya menjadi milik kami seutuhnya bukan berbagi dengan kalian. Bapak milikku bukan milik kalian. Kalian yang sudah membuat bapak jatuh sakit. Sudah puas kan kalian, merampas semua kebahagian kami.”
“Aku juga anaknya Bapak. Anak kandungnya. Aku juga berhak memilikinya dan aku tidak pernah meninggalkannya. Aku selalu berada disampingnya. Mami juga. Mbak jangan terlalu membenci Mami, dia sayang sama Mbak. Mami tidak pernah menyinggung soal harta Bapak, malah Mami sering mengingatkan Bapak untuk selalu memberi uang bulanan kepada Mbak jika Bapak lupa. Kenapa Mbak tidak bisa menerima kami. Jangan salahkan Mami jika dia bersedia menerima cinta Bapak. Mereka menikah atas persetujuan dan restu Ibu Mbak.”

Hatiku belum sanggup menerimanya.

“Bapak pernah cerita, bahwa Bapak menikah lagi juga atas usulan Ibu Mbak. Sebenarnya, Ibu Mbak didiagnosa oleh dokter bakal tidak bisa memiliki anak karena ada suatu penyakit yang menyebabkan kelainan pada rahimnya dan ini diketahui setelah mereka menikah beberapa tahun kemudian. Bapak tidak pernah mempermasalahkan itu, mereka bisa mengangkat anak. Maaf Mbak, akhirnya mereka mengadopsi Mbak dari sebuah panti asuhan. Namun beberapa tahun kemudian Ibu Mbak selalu mendesak agar Bapak mau menikah lagi supaya bisa memiliki anak kandung sendiri.”

Aku belum pernah mengetahui cerita ini, mengapa ibu tidak pernah mengatakannya. Mungkin ibu terlalu sayang padaku, aku dianggap sebagai anaknya sendiri hingga akhir hayatnya.

“Mbak …”
“ ..... “
“Jenguklah Bapak meski sebentar, Bapak ingin sekali bertemu dengan Mbak. Bapak ingin bercerita banyak sama Mbak Sekar tapi Mbak tidak pernah memberinya waktu. Sekali ini saja, mumpung Mbak masih punya kesempatan untuk melihat Bapak.”
“ ..... “
“Mbak … Mbak … halo … halo … “
“.....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar