Halaman

Sabtu, 27 Juli 2013

[BeraniCerita #22] Tangga Itu


Tangga itu yang membuatku trauma. Tangga di rumah mertuaku ini. Aku pernah jatuh terpeleset disana. Tangga yang berada di ruang tengah rumah dua lantai ini yang mengubungkan lantai satu dengan sebuah kamar beserta kamar mandinya di lantai dua. Kamar kita sejak menjadi pasangan pengantin baru.
Aku tinggal ikut mertua karena kamu belum punya rumah sendiri. Itu tidak menjadi masalah buatku pada awalnya. Aku bisa beradaptasi dengan lingkungan dan suasana baru. Berbaur dengan mertua dan kedua adik perempuanmu. Aku harus bisa menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan keluarga ini. Aku harus berpura-pura manis didepan mertuaku walaupun sebenarnya aku sedang jengkel sama kamu. Lama-lama ini tidak membuatku nyaman.
          Tangga itu yang seharusnya jadi pemisah antara keluarga kecil kita dan keluarga besarmu. Aku ingin membangun keluarga sendiri. Tanpa ada campur tangan orang lain. Aku sudah bosan dengan sindiran ibu mertuaku ketika sedang berbicara dengan adikmu di lantai bawah. Kadang suaranya sedikit dikeraskan bila membahas tentang aku. Aku yang sering telat bangun pagi. Aku yang tidak bekerja. Aku yang tidak beres mengurus suami. Aku yang ini dan itu.
Hal ini berlangsung terus hingga lima tahun. Ditambah lagi keberadaanku yang belum hamil juga. Kamu kan tahu kita sudah pernah memeriksakan hal ini ke dokter kandungan dan kita berdua dinyatakan sehat. Bukan salahku jika sampai saat ini kita belum punya anak. Tuhan belum mempercayakannya pada kita. Tapi ibu mertuaku terus saja mempermasalahkan hal itu. Aku capek.

          Tangga itu yang jadi saksi. Aku selalu menunggumu pulang kerja. Betapa senangnya aku mendengar langkah kaki orang sedang menaikinya menuju keatas. Itu pasti langkah kakimu yang bersepatu. Aku sering kesepian di rumah sebesar ini. Aku ingin bekerja tapi kamu tidak boleh. Biar aku saja yang cari uang katamu.
Dan hal itu terjadi. Aku hamil. Betapa girangnya aku di kamar mandi setelah melihat hasil testpack yang menunjukkan tanda positif. Aku ingin segera menunjukkan hasinya pada ibu mertuaku. Aku ingin buktikan padanya bahwa aku bisa hamil. Aku akan punya anak. Aku ingin segera menelponmu yang sedang berada kantor. Akan kukabarkan berita bahagia ini ke semua orang. Aku tidak jadi mandi dan segera memakai handuk bergegas ke lantai bawah dengan kaki yang masih basah.
Aku terus memanggil ibu mertuaku sambil berlari menuruni anak tangga. Akibat terlalu senang sambil memegang testpack, aku lupa berpegangan pada tangga. Baru saja aku menginjak anak tangga keempat, kakiku tergelincir. Aku jatuh terpeselet, bergulung-gulung sampai lantai bawah dan kepalaku membentur anak tangga terakhir. Ibu mertuaku menjerit.
Tangga itu yang membuat aku kehilangan bayiku. Itu terjadi sekitar lima belas tahun yang lalu. Namun kini aku tidak kesepian lagi. Apalagi semenjak keluarga suamiku sudah pindah dari rumah dinas mertuaku ini. Ada seorang gadis kecil berumur enam tahun selalu menemaniku dirumah ini.
“Tante, ayo main dibawah, jangan diatas terus, dibawah lebih luas Tante.”
“Tante nggak mau kebawah, Tante takut turun lewat tangga itu.”
“Kenapa sih Tante takut lewat tangga itu?”
            “...”
“Sashi ayo lekas turun, makan. Jangan main sendirian diatas terus. Eh kamu ngomong sama siapa itu?” panggil seorang ibu yang berada dilantai bawah.
Tangga itu selalu mengingatkanku. Aku mati disitu.

 (497 kata) 

9 komentar:

  1. ih masbud,
    pernah ngobrol di tangga jugakah? :O
    sama "orang tak dikenal" ? :O

    BalasHapus
  2. kasihan jadi hantu tangga...

    BalasHapus
  3. Hantu curhat! Hehe, twister you are! :-)

    BalasHapus
  4. Awalnya kukira mertuanya yang ndorong X_x
    Bagus, Kak ^^

    BalasHapus
  5. bagus mas nggak nyangka ternyata dia udah jadi hantu..

    BalasHapus