Halaman

Rabu, 11 Januari 2012

Surat Untuk Bunda


Kepada Ibunda tersayang,

Apa kabar Bunda disana, pasti baik-baik saja bukan ? Semoga damai selalu menyertai. Ananda disini sedang merindu, rindu berada didekat Bunda seperti dulu. Ini surat pertama yang pernah ananda tulis buat Bunda, karena selama ini kita tidak pernah jauh. Namun kini Bunda sudah berpindah jauh sehingga ananda tulis surat ini buat mengurangi rasa rindu pada Bunda.

Bunda, ananda rindu sentuhanmu.

Teringat kala kecil, Bunda selalu membelaiku dengan tulus, meninabobokan dengan senandungmu yang merdu, menyuapi dengan tanganmu yang begitu hangat, membimbing dan menuntun dengan penuh ikhlas. Keadaan ekonomi keluarga yang begitu sederhana tidak menyurutkan niatmu untuk selalu menjaga dan membahagiakan anakmu ini. Bunda tetap bersyukur menjalani. Bunda tegar sebagai ibu rumah tangga yang bersuamikan Ayahanda yang pekerja keras untuk mencari nafkah, berjuang bersama demi kesejahteraan keluarga kita agar lebih baik.

Bunda, ananda rindu suaramu.

Segala nasehat dan omelan yang dulu Bunda lontarkan, baru ananda sadari sekarang pengaruhnya ketika sudah dewasa. Maafkan ananda ketika dulu sering membantah bila dinasehati, sering melalaikan tugas yang diberi, sering menggerutu bila di suruh, sering kesal kalau selalu ditanya mau pergi kemana, dengan siapa, jam berapa pulangnya. Tapi kini sejak Bunda disana, ananda malah rindu untuk ditanyai, diomelin, dan dinasehati. Serasa ada yang kosong. Serasa ada yang tidak perhatian.

Bunda, ananda rindu masakanmu.

Masakan Bunda adalah masakan paling enak sedunia, apapun yang dimasak terasa lezat dan pas dilidah. Kini ketika ananda tinggal di rumah sendiri, semua masakan serasa hambar, bahkan ketika makan mie instan buatan sendiri. Bunda, tolong masakkan lagi ya ? 

Bunda, ananda rindu jiwamu.

Terasa hampa disini sejak Bunda pergi dan tak lama kemudian Ayahanda juga menyusul. Ananda ditinggal sendiri. Belum sempat lagi ananda bisa membahagiakan tapi Bunda mendadak pergi tanpa kata, tanpa tanda dan tanpa pesan. Pergi untuk selama-lamanya. Penyakit itu yang sudah lama Bunda derita yang memaksa Bunda pergi kepada-Nya. Kala itu baru saja embun menghilang dan mentari menyapa dengan hangatnya. Bunda jarang mengeluh dengan penyakit yang sudah diderita sejak lama, mungkin Bunda ingin merasakannya sendiri dan tidak ingin menyusahkan orang lain.

Bunda, ananda rindu senyumanmu.

Malam ini ananda tulis surat ini untukmu, meski ananda tidak tahu akan ananda kirim kemana. Mungkin surat berlampir doa ini akan ananda titipkan pada Tuhan agar sampai tertuju padamu. Bunda, bila malam tiba seperti saat ini, ananda sering memandangi langit berharap mungkin Bunda ada disana bersama bulan dan bintang sambil tersenyum bahagia menyaksikan ananda disini. Ananda tahu Bunda pasti bangga pada anakmu ini. Bunda, malam ini ananda masih sendiri, hanya sisa purnama yang menemani dan ananda tetap merindumu.

Sekian dulu surat dari anakmu ini, ananda ingin terpejam sejenak semoga bisa bertemu dengan Bunda walau dalam mimpi. Ternyata Bunda tidak jauh namun begitu dekat bersemayam dihati ananda.

Salam sayang rindu selalu dari ananda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar