Halaman

Kamis, 28 Februari 2013

Antara Semua Usia, Remaja dan Dewasa



Saya sangat iri dengan anak-anak ABG sekarang. Kalau mau nonton di bioskop mereka tinggal beli tiket dan langsung masuk. Meskipun di poster film terdapat tulisan “Untuk Dewasa”. Pengklasifikasian usia untuk menonton film sudah tidak begitu berpengaruh. Pihak bioskop juga sudah tidak peduli. Yang penting mereka bisa beli tiket untuk film yang mereka ingin tonton. Jadi apa gunanya Lembaga Sensor Film mengeluarkan klasifikasi film untuk kategori semua usia, untuk remaja dan untuk dewasa ?
Saya jadi ingat pengalaman saya menonton film di bioskop waktu masih kecil. Kedua orang tua saya senang nonton film ke bioskop terutama film Indonesia. Waktu itu sekitar awal tahun 80-an dan usia saya masih sekitar delapan tahun. Kami tinggal di Jogja. Seingat saya, kedua orang tua saya membawa saya pergi ke bioskop di daerah sekitar alun-alun keraton Jogja naik sepeda.
Film yang diputar adalah Perkawinan Nyi Blorong (1983) yang dibintangi oleh Suzanna dan Clift Sangra. Film ini memang dikategorikan dalam klasifikasi usia untuk tontonan 17 tahun ke atas. Jadi bukan untuk konsumsi anak kecil seperti saya. Setelah membeli tiket masuk ke bioskop, kami pun antri mau masuk ke dalam gedung bioskop.
          Kemudian setelah kami berada di depan pintu masuk bioskop dan menunjukkan tiket masuk, tiba-tiba penjaga pintu masuk yang memeriksa tiket melarang kami masuk ke bioskop. Alasannya karena saya yang masih anak kecil ini dilarang menonton film untuk konsumsi orang yang usianya diatas 17 tahun.
Akhirnya karena sudah terlanjur beli tiket, cuma ibu saya yang masuk ke bioskop dan jadi nonton filmnya, sementara saya dan bapak yang menemani, terpaksa menunggu di bangku luar bioskop sampai film selesai. Ini memang kesalahan orang tua saya, membawa anak kecil untuk nonton film yang bukan konsumsi seusianya. Mereka membawa saya karena tidak mungkin meninggalkan saya sendirian di rumah.
Kemudian setelah masuk SMA minat saya menonton film di bioskop semakin tinggi. Kala itu saya selalu berharap semoga umur saya cepat bertambah dan kemudian bisa punya Kartu Tanda Penduduk (KTP). Saya ingin umur saya segera mencapai 17 tahun, karena cuma ingin bisa masuk ke bioskop dan bisa nonton film yang di klasifikasikan sebagai film untuk 17 tahun ke atas. Sambil menunggu usia 17 tahun, saya pun cuma bisa menonton film-film untuk klasifikasi yang semua usia dan film-film Warkop DKI yang waktu itu diperuntukkan bagi usia 13 tahun ke atas. Begitu konsistennya para penjaga pintu masuk bioskop kala itu untuk menyeleksi usia para penonton film.
Namun di masa kini sepertinya semua sudah berubah. Para penjaga pintu masuk bioskop (sekarang berganti jadi studio) tidak perlu repot-repot lagi memperhatikan usia para penonton film. Siapapun bisa masuk asal punya tiket masuk studio.
Pengklasifikasian film pun sekarang sudah berubah menjadi kategori film yang ditujukan bagi semua usia (SU), remaja (R), dan dewasa (D). Sepertinya pengklasifikasian tersebut tidak banyak berpengaruh sekarang dan seakan tidak ada gunanya.
Kita tidak bisa menolak ini semua. Jaman sudah berubah, teknologi semakin cepat tumbuh, era digital sudah masuk dan arus informasi dari berbagai sumber tidak mungkin terelakkan datangnya. Dengan adanya internet, dunia seakan semakin sempit. Untuk itu diri kita sendirilah yang jadi penyaring dan menyadari mana film-film yang cocok untuk dikonsumsi sesuai dengan usia kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar